MENGGALI MINAT BELAJAR SEJARAH BANTEN



Oleh:
ABDUL SOMAD, SS.,M.Pd.
(Guru Sejarah SMAN 1 Ciruas; pegiat MGMP Sejarah Provinsi Banten)

Ada dua mata pelajaran Sejarah dalam Kurikulum 2013 di SMA/MA yaitu Sejarah Indonesia dan Sejarah. Yang terakhir, biasanya disebut Sejarah Peminatan. Dalam struktur kurikulum, Sejarah Indonesia masuk dalam mata pelajaran Kelompok A (Wajib) yang diberikan pada semua jenjang pendidikan menengah (SMA/MA dan SMK/MAK. Mata pelajaran Sejarah Indonesia ini memiliki arti yang sangat ideologis dan strategis karena terkait pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Hal tersebut berkesesuaian dengan salah satu tujuannya yaitu menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air, melahirkan empati dan perilaku toleran yang dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat dan bangsa. Materi pembelajaran Sejarah Indonesia tidaklah berbeda dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya yang meliputi zaman: Praaksara; Kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha; Kerajaan-kerajaan Islam; Penjajahan bangsa Barat; Pergerakan Nasional; Perjuangan mempertahankan kemerdekaan; Demokrasi Liberal; Demokrasi Terpimpin; Orde Baru; dan Reformasi.
Sementara itu, Sejarah peminatan masuk di dalam kelompok peminatan/lintas minat. Jika Sejarah Indonesia punya kepentingan ideologis, pembelajaran Sejarah Peminatan lebih cenderung metodologis karena difokuskan untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan keterampilan sejarah siswa. Tujuannya agar mereka memahami konsep-konsep utama sejarah, menguasai keterampilan dasar sejarah, dan memantapkan penggunaan konsep utama dan keterampilan dasar ketika mereka mempelajari berbagai peristiwa sejarah. Dalam hal materi, hampir seluruh materi Sejarah Indonesia ada didalamnya dengan tambahan materi: Prinsip Dasar Ilmu Sejarah, Sejarah Renaisans Eropa, Revolusi Besar Dunia, Perang Dunia, Perang Dingin dan Perubahan Politik Global, serta Sejarah Revolusi Teknologi Abad ke-20. Persoalannya adalah, jika seluruh materi Sejarah Indonesia ada dalam materi Sejarah Peminatan, bukankah akan terjadi pengulangan sehingga akan memunculkan kebosanan bagi siswa dalam belajar sejarah?.

Sejarah Kita
       Dalam pengertian yang sederhana, sejarah diartikan sebagai ilmu tentang asal-usul dan perkembangan masyarakat atau bangsa. Setiap orang yang mengetahui darimana ia berasal dan siapa orang tuanya pada dasarnya sudah belajar sejarah. Sebagai orang Indonesia tentunya kita harus belajar Sejarah Indonesia agar kita mengenal berbagai peristiwa yang terkait dengan asal-usul dan perkembangan serta peranan  masyarakat dan bangsa Indonesia pada masa lampau untuk menjadi pelajaran dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Selain itu, kita juga dapat memaknai  kemegahan/keunggulan dan nilai-nilai kejuangan bangsa Indonesia untuk ditransformasikan kepada penerus sehingga melahirkan generasi bangsa yang unggul dengan penuh kearifan. Dalam konteks ini ada adagium yang popular “Historia Vitae Magistra”, Sejarah adalah guru kehidupan. Intinya, pengetahuan sejarah dimaksudkan untuk membangun memori kolektif sebagai bangsa untuk mengenal bangsanya dan membangun rasa persatuan dan kesatuan.
       Sebagai anak bangsa tentulah kita dituntut mempelajari sejarah bangsa kita. Namun, sebagai guru Sejarah, saya memandang bahwa ada pemahaman yang harus diluruskan tentang Sejarah Indonesia. Jika kita belajar Sejarah Indonesia “seolah-olah” kita hanya belajar peristiwa dan tokoh di tingkat nasional saja. Padahal sesungguhnya setiap daerah memiliki kontribusi terhadap perjalanan Sejarah Indonesia hampir pada seluruh periode sejarah. Setiap peristiwa dan tokoh daerah memiliki kedudukan yang sama penting dalam perjalanan Sejarah Indonesia. Banten misalnya, tercatat dalam Sejarah Indonesia sebagai daerah pertama yang dikunjungi orang-orang Belanda di bawah pimpinan Cornelis de Houtman pada tahun 1596. Meski pada waktu itu belum lahir Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, tokoh sekaliber Sultan Ageng Tirtyasa yang dinobatkan sebagai pahlawan nasional melalui Keppres No. 45/TK/1970 tanggal 1 Agustus 1970 berjasa dan dibanggakan bukan cuma oleh masyarakat Banten tetapi dalam ruang lingkup nasional.
       Dalam konteks ini, ada beberapa prinsip dalam pembelajaran sejarah yang harus dipahami oleh guru di sekolah. Pertama, proses pembelajaran sejarah memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menggunakan berbagai sumber seperti buku teks, buku referensi, dokumen, narasumber, atau pun artefak serta memberi kesempatan yang luas untuk menghasilkan “her or his own histories” (Borries, 2000); Kedua, Peserta didik diberi kebebasan dalam memilih peristiwa sejarah nasional untuk setiap materi dan peristiwa sejarah daerah yang terkait dengan materi yang dibahas. Sejak awal tahun, guru sejarah sudah harus menentukan berapa banyak peristiwa sejarah tingkat nasional dan tingkat daerah yang harus dipelajari peserta didik dalam satu rancangan keseluruhan pendidikan sejarah (Hasan, 2011). Dengan penjelasan sederhana yang pernah penulis dengar dari Hamid Hasan, Guru Besar Pendidikan Sejarah UPI Bandung, pembelajaran yang paling efektif adalah yang bersifat transaksional sesuai dengan kebutuhan peserta didik tanpa keluar dari kurikulum yang sudah ditetapkan
       Anggapan bahwa peristiwa dan tokoh lokal bukan bagian Sejarah Indonesia  menimbulkan kecenderungan jika kurang bermakna bagi peserta didik. Miris memang, siswa diajak untuk mempelajari sejarah daerah lain yang tersaji dalam bahan ajar berskala nasional, namun tidak memahami asal usul daerahnya sendiri. Akhirnya, siswa akan  merasa bosan karena belajar sejarah hanya menghafalkan nama-nama tokoh, angka-angka tahun, dan peristiwa belaka. Oleh karena itu, seperti banyak dikemukakan para ahli pendidikan dan sejarawan, perlu sekali merubah paradigma dalam pembelajaran sejarah yang cukup memberikan stimulus peserta didik untuk mempelajari sejarah dimana peserta didik diajak untuk mampu memparalelkan sejarah dunia dengan sejarah nasional dan sejarah lokal dengan metode yang inovatif.
Minat Sejarah
       Sebagai sebuah entitas politik dan sosial Banten punya sejarah panjang yang harus digali. Kita bersyukur telah memiliki institusi akademik untuk bisa belajar sejarah. Di IAIN Sultan Maulana Hasanudin Serang telah eksis jurusan Sejarah Peradaban Islam. Univeristas Sultan Ageng Tirtayasa pun memiliki Program Studi Pendidikan Sejarah. Meskipun belum dibuka jurusan Ilmu Sejarah (murni), paling tidak para siswa yang punya minat sejarah di Banten dapat memilih jurusan tersebut untuk menjadi seorang pendidik sejarah sekaligus sejarawan.
Peluang menggali minat sejarah dan selanjutnya mencetak sejarawan begitu sangat terbuka dalam kurkulum 2013. Materi Sejarah Lokal atau daerah sebenarnya begitu mendapat peluang luas untuk dipelajari dalam mata pelajaran Sejarah Peminatan. Sebagaimana dituntut kurikulum, daerah diminta mengembangkan materi pendidikan Sejarah Lokal untuk memperkaya pengetahuan dan pemahaman siswa. Diharapkan pada gilirannya akan mampu mengantarkan siswa untuk mencintai daerahnya. Kecintaan siswa pada daerahnya akan mewujudkan ketahanan daerah. Ketahanan daerah adalah kemampuan suatu daerah yang ditunjukkan oleh kemampuan warganya untuk menata diri sesuai dengan konsep yang diyakini kebenarannya dengan jiwa yang tangguh, semangat yang tinggi, serta dengan cara memanfaatkan alam secara bijaksana.
Dalam penerapannya pendekataan sainstifik pada materi Sejarah Lokal bisa diterapkan dengan dimulai langkah mengamati (observing) atau dalam penelitian sejarah disebut dengan heuristik yang bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu siswa. Dengan metode observasi siswa menemukan fakta bahwa ada hubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru. Misalnya penulis mengambil contoh tentang peristiwa awal kemerdekaan di daerah Serang, dalam mengamati atau melakukan observasi siswa dapat melakukan kunjungan kepada beberapa saksi mata yang masih hidup dan melawat objek tinggalan sejarah yang ada. Yang kedua yaitu menanya (questioning) dengan mengajukan pertanyaan untuk memperoleh keterangan lisan. Tahap ketiga, mengolah atau dengan kata lain peserta didik mulai mengkritik data dan menginterpretasikan dengan kelompok belajarnya. Pada tahap mengolah ini, siswa mengolah data dari hasil yang telah diamatinya menjadi fakta yang valid setelah berdiskusi dengan kelompoknya. Dan pada tahap terakhir, siswa mulai menuliskan atau menyajikaan  hasil penelitiaanya kepada teman sekelas dan guru mata pelajaran di kelas, dalam menyajikan hasil penelitiannya siswa bisa disampaikan dalam bentuk laporan makalah, artikel, video, majalah dinding dan media lainnya.
       Susanto Zuhdi (2014), seorang Guru Besar Sejarah Universitas Indonesia, menyatakan bahwa salah satu tujuan diperkenalkannya mata pelajaran Sejarah Peminatan adalah mempersiapkan siswa ke perguruan tinggi yang menawarkan bidang studi sejarah. Menurutnya, inilah pembeda dengan mata pelajaran Sejarah Indonesia yang lebih pada tujuan pembentukan karakter dan identitas bangsa. Sejarah sebagai ilmu memberi kompetensi siswa berpikir kritis, terampil dan mampu menanggapi isu-isu sejarah yang muncul pada masa kekinian. Dalam konteks ini, siswa ditugasi menangani sumber sejarah, menganalisis peristiwa, menetapkan fakta dan menginterpretasikan serta merekonstruksi ke dalam sebuah historiografi. Intinya, dengan belajar Sejarah Peminatan sebenarnya menuntun siswa untuk menjadi seorang sejarawan. Lebih dari itu informasi sejarah dapat diolah dan dikemas menarik menjadi konsumsi publik dengan beragam media seperti novel sejarah, film, video, dan lain-lain. Bahkan di beberapa kota besar terdapat komunitas-komunitas sejarah yang bisa bernilai ekonomis.
       Adanya mata pelajaran Sejarah Peminatan dan didukung oleh program studi di perguruan tinggi yang menawarkan bidang studi sejarah serta munculnya komunitas-komunitas peminat sejarah (Seperti Komunitas Sejarah Banten) saya rasa dapat menjadi salah satu pilihan bagi siswa untuk berkarir dalam dunia kesejarahan. Semoga ke depan, para ahli sejarah lokal Banten tidak harus selalu didatangkan dari luar Banten, tetapi masyarakat Banten bisa menjadi tuan dan puan di wilayahnya sendiri dengan mengemban tugas merekonstruksi peristiwa sejarah yang penting yang terjadi di Banten yang nantinya berkontribusi dalam sejarah nasional. Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan terhadap peninggalan sejarah di Banten sebagai bukti peradaban di masa lampau. Menanamkan sikap berorientasi kepada masa kini dan masa Dan bagi guru Sejarah, tidak lagi menjadi bingung untuk apa mengajarkan Sejarah Peminatan. Berilah inspirasi, motivasi dan kekuatan untuk membangun semangat belajar sejarah. Dan lebih dari itu, bisa selalu belajar dari Sejarah.


DAFTAR REFERENSI
Zuhdi, Susanto. Kurikulum Sejarah dalam Dua Ranah. Kompas edisi 14 Desember  2014.
Hasan, S. Hamid.  Sejarah  Lokal  Untuk  Bangsa.  Kompas  edisi  11 November 2016.
Gottschalk, Louis. 1986.Mengerti Sejarah. Jakarta : Univeristas Indonesia.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 SMA/SMK Sejarah. Jakarta : Pusat Pengembangan Profesi Pendidik Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan.

Posting Komentar

0 Komentar