UPAYA PENGINTEGRASIAN SEJARAH LOKAL DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TINGKAT SMA DI BANTEN



Abdul Somad, SS., M.Pd.
Ketua MGMP Sejarah SMA Provinsi Banten
Ketua Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) Provinsi Banten

Pendahuluan
Pada Tahun 2016 dilaksanakan Workshop Guru Sejarah Tingkat SMA Seluruh Indonesia yang diselenggarakan di 33 Provinsi, termasuk di Banten. Tema kegiatan yaitu Sejarah Lokal. Ada sejumlah materi yag disampaikan oleh para akademisi perguruan tinggi. Mereka berasal dari Jakarta (Universitas Indonesia), Bandung (Universitas Pendidikan Indonesia) maupun dari Serang (Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten). Materi-materi yang disampaikan antara lain pengertian/hakekat sejarah lokal, metode sejarah lokal, sejarah dan tradisi lisan sebagai sumber penulisan sejarah lokal dan penilaian otentik pembelajaran sejarah lokal. Kegiatan ini terselenggara berkat kerjasama Direktorat Sejarah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Sejarah Tingkat Provinsi se-Indonesia.
Bagi saya selaku Ketua MGMP Sejarah Provinsi Banten (2013-sekarang), kegiatan workshop itu memiliki dua momentum. Pertama, itu adalah workshop terakhir yang menandai ‘kemesraan’ antara Direktorat Sejarah dan MGMP Sejarah Provinsi se-Indonesia. Kegiatan serupa telah dilaksanakan secara rutin sejak 2013 seiring dengan implementasi Kurikulum 2013. Program ini secara langsung mengeratkan silaturahmi guru-guru sejarah Indonesia. Kedua, tema yang diangkat menginspirasi saya untuk mulai berfikir ‘mencari jalan baru’ bagaimana caranya mengimplementasikan sejarah lokal Banten dalam pembelajaran sejarah di sekolah. Mengapa saya katakan ‘mencari jalan’baru’; karena menurut pengamatan, pengalaman dan penilaian saya sejauh ini, pembelajaran sejarah lokal di Banten hanya sebatas wacana di forum-forum ilmiah seperti seminar dan workhsop. Tanpa ada kejelasan tindak lanjut implementasinya di sekolah.
Dalam upaya pengintegrasian sejarah lokal Banten dalam pembelajaran sejarah di sekolah, saya pernah menulis artikel dalam surat kabar lokal Radar Banten berjudul “Menggali Minat Belajar Sejarah” dengan tekanan perlunya pengintegrasian sejarah lokal dalam pembelajaran sejarah di sekolah. Sebagai langkah praksis, kami telah melaksanakan beberapa kegiatan yang mendukung terwujudnya pengintegrasian. Pertama, Kami, penyelenggaraan seminar dengan tema “Mengintegraikan Sejarah Lokal Banten dalam Pembelajaran Sejarah di Sekolah” pada 13 November 2013. Kegiatan ini didukung oleh Dinas Pendidikan Provinsi Banten. Peserta berjumlah 200 orang guru sejarah dari 8 kabupaten/kota. Pematerinya berasal dari akademisi Pendidikan Sejarah dan ahli sejarah lokal Banten. Kedua, bekerjasama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bante, kami mengadakan kegiatan Kongres Kebudayaan Banten (2016) dan Workshop MGMP Sejarah Banten (2017). Pada dua event ini kami menyampaikan rekomendasi agar diupayakan penulisan bahan ajar sejarah lokal Banten sebagai sumber pembelajaran di sekolah. Ketiga, melalui bantuan dana event sejarah fasilitasi kesejarahan Direktorat Sejarah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, MGMP Sejarah Banten menyelenggarakan kegiatan bernama “Kursus Sejarah Banten dan Penyusunan Perencanaan Pembelajaran Sejarah Terintegrasi Sejarah Lokal Banten” pada bulan Juli 2018. Peserta bejumlah 70 orang guru sejarah dengan narasumber sejarawan lokal, lembaga penelitian sejarah dan budaya Banten, birokrat, pengawas sekolah dan guru sejarah. Hasilnya, kami bisa menyusun naskah perencanaan pembelajaran. Keempat, melalui program bantuan media pembelajaran sejarah fasilitasi kesejarahan Direktorat Sejarah Tahun 2019 saat ini kami tengah menyusun bahan ajar dan media pembelajaran sejarah lokal Banten.

Pentingnya Sejarah Lokal
          Mengapa pengintegraian sejarah lokal dalam pembelajaran sejarah itu penting?; itulah pertanyaan utama kita. Untuk menjawabnya kita perlu memahami prinsip-prinsip pembelajaran sejarah. Dalam pengertian yang sederhana, sejarah diartikan sebagai ilmu tentang asal-usul dan perkembangan masyarakat atau bangsa. Apabila seseorang mengetahui darimana ia berasal dan siapa orang tuanya, pada dasarnya sudah belajar sejarah. Sebagai anak bangsa tentulah kita dituntut mempelajari sejarah bangsa kita. Namun, sebagai guru Sejarah, saya memandang bahwa ada pemahaman yang harus diluruskan tentang ‘Sejarah Indonesia’ yang dimaksud. Jika kita belajar Sejarah Indonesia ‘seolah-olah’ kita hanya belajar peristiwa dan tokoh di tingkat nasional saja. Padahal sesungguhnya setiap daerah memiliki kontribusi terhadap perjalanan Sejarah Indonesia hampir pada seluruh periode sejarah. Setiap peristiwa dan tokoh lokal memiliki kedudukan yang sama penting dalam perjalanan Sejarah Indonesia. Banten misalnya, tercatat dalam Sejarah Indonesia sebagai daerah pertama yang dikunjungi orang-orang Belanda di bawah pimpinan Cornelis de Houtman pada tanggal 22 Juni 1596 dan menjadi tempat mendaratnya Herman Willem Daendels pada tanggal 1 Januari 1808. Apakah dua peristiwa penting ini masuk dalam kategori sejarah nasional atau sejarah lokal?.Selain itu, tokoh Sultan Ageng Tirtayasa yang dinobatkan sebagai pahlawan nasional melalui Keppres No. 45/TK/1970 tanggal 1 Agustus 1970 berjasa dan dibanggakan bukan cuma oleh masyarakat Banten tetapi dalam ruang lingkup nasional.
          Sebagai guru, saya tidak ingin menyajikan terlalu banyak teori dan klasifikasi. Dalam tataran praktis, kita sebagai guru sejarah harus mengedepankan kebermaknaan sejarah. Jika kita ‘terlalu takut’ untuk mempelajari sejarah lokal karena kekahawatiran akan muncul isu-isu kedaerahan, maka jusrtu akan lahir kekurang bermaknaan sejarah bagi peserta didik. Hal yang menurut saya miris. Oleh karena kita hanya mempelajari sejarah daerah lain yang tersaji dalam bahan ajar berskala nasional, namun tidak memahami asal usul daerahnya sendiri. Akhirnya, peserta didik akan merasa bosan karena belajar sejarah hanya menghafalkan nama-nama tokoh, angka-angka tahun, dan peristiwa belaka. Oleh karena itu, seperti banyak dikemukakan para ahli pendidikan dan sejarawan, perlu sekali merubah paradigma dalam pembelajaran sejarah yang cukup memberikan stimulus peserta didik untuk mempelajari sejarah dimana peserta didik diajak untuk mampu memparalelkan sejarah dunia dengan sejarah nasional dan sejarah lokal dengan paradigma pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
          Jadi, dalam konteks ini, ada beberapa prinsip dalam pembelajaran sejarah yang harus kita yakini. Pertama, proses pembelajaran sejarah memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menggunakan berbagai sumber seperti buku teks, buku referensi, dokumen, narasumber, peninggalan sejarah, benda cagar budaya atau pun artefak di lingkungan sekitar. Hal ini akan memberi kesempatan yang luas untuk menghasilkan “Sejarah diri mereka sendiri”. Kedua, Kita bisa memilih dan memilah peristiwa sejarah daerah yang terkait dengan materi yang dibahas. Sejak awal tahun, kita sebagai guru sejarah sudah harus bisa menganalisis dan menentukan berapa banyak materi sejarah lokal yang harus dipelajari peserta didik dalam perencanaan pembelajaran sejarah.

Peluang Integrasi Sejarah Lokal
          Menurut kbbi.we.id, integrasi artinya pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat. Mengintegrasikan bermakna menggabungkan atau menyatukan. Berdasarkan pemahaman saya, integrasi sejarah lokal berarti upaya menggabungkan sejarah lokal dalam sejarah nasional dalam pembelajaran sejarah.
Jika memperhatikan kebijakan-kebijakan terkait Kurikulum 2013, setidaknya ada dua peluang sejarah lokal bisa diimplementasikan pada pembelajaran sejarah Kurikulum 2013 di sekolah. Pertama, melalui Kurikulum Muatan Lokal yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. Dalam hal ini, sejarah lokal dapat berdiri sendiri menjadi sebuah mata pelajaran atau diintegrasikan dalam satu atau lebih mata pelajaran. Kedua, diintegrasikan melalui standar isi kurikulum 2013 dengan cara ‘penyisipan’ indikator dan materi mata pelajaran Sejarah Indonesia dan atau Sejarah (peminatan).
Regulasi Muatan lokal ada dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 79 Tahun 2014 tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013. Dalam peraturan ini, Muatan Lokal diartikan sebagai bahan kajian atau mata pelajaran pada satuan pendidikan yang berisi muatan dan proses pembelajaran tentang potensi dan keunikan  lokal  yang  dimaksudkan  untuk membentuk pemahaman peserta didik terhadap  keunggulan  dan  kearifan  di  daerah tempat tinggalnya. Dinyatakan pula bahwa tujuan Muatan Lokal adalah membekali peserta didik dengan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan untuk: (1) mengenal dan mencintai lingkungan alam, sosial, budaya, dan spiritual di daerahnya; (2) melestarikan dan mengembangkan keunggulan serta kearifan daerah yang berguna bagi diri dan lingkungannya dalam rangka menunjang pembangunan nasional.
Dalam pasal 4 ayat 1 dinyatakan bahwa Muatan Lokal dapat berupa: seni budaya, prakarya, PJOK dan bahasa dan/atau teknologi. Lebih jelas lagi dalam ayat 3 tertulis bahwa ia “diintegrasikan antara lain dalam mata pelajaran seni budaya, prakarya, dan/atau pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan”. Dalam  hal  pengintegrasian  sebagaimana  dimaksud tidak dapat              dilakukan, ayat 4 menerangkan bahwa muatan   pembelajaran   terkait   muatan  lokal   dapat dijadikan mata pelajaran yang berdiri sendiri dimana sekolah dapat menambah beban belajar muatan lokal paling banyak 2 (dua) jam per minggu. Selanjutnya pemerintah daerah nanti yang menetapkan  muatan  lokal  untuk diberlakukan di wilayahnya.



Menilik pada Permendikbud No. 79 Tahun 2014, hanya ada sedikit peluang bagi Sejarah Lokal untuk masuk dalam Muatan Lokal karena menekan potensi dan keunikan lokal. Secara eksplisit ditulis bahwa mata pelajaran yang bisa terkait dengan itu adalah seni budaya, prakarya, PJOK dan bahasa dan/atau teknologi. Tidak menyebutkan mata pelajaran sejarah. Lebih lanjut, ruang lingkup muatan lokal biasanya berupa bahasa daerah, keterampilan dan kerajinan daerah, adat istiadat, dan pengetahuan tentang berbagai ciri khas lingkungan alam sekitar serta hal-hal yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan. Belum lagi ada satu persoalan yang banyak dihadapi guru sejarah di sekolah yaitu tidak berimbangnya ketersediaan guru dengan jumlah jam pelajaran mata pelajaran sejarah. Akibatnya tidak sedikit yang mengeluh karena harus mengajar dengan jumlah rombongan belajar dan jumlah jam yang banyak. Saya sendiri harus mengajar 38 jam seminggu!. Dengan kenyataan ini, berat bagi kita jika kita mengajukan Sejarah Lokal kepada pemerintah daerah agar Sejarah Lokal menjadi mata pelajaran tersendiri. Yang paling rasional adalah masuk pada ranah integrasi pada mata pelajaran Sejarah Indonesia dan atau Sejarah Peminatan. Sayangnya, mengapa pada permendikbud tidak menyebutkan sejarah sebagai mata pelajaran terkait. Saya rasa, kita harus menuntut adanya revisi agar sejarah lokal dapat diakomodir dalam Muatan Lokal. Saya kira Asosiasi Guru Sejarah Indonesia bisa memainkan peranannya.
  Selanjutnya, peluang implementasi sejarah lokal dalam Kurikulum 2013 dapat melalaui integrasi standar isi, standar proses dan standar penilaian Kurikulum 2013. Caranya dengan melakukan ‘penyisipan’ indikator dan materi Sejarah Indonesia dan atau Sejarah (peminatan). Pengintegrasian dilakukan dengan jalan (1) merencanakan rencana pembelajaran dengan baik, dengan memperhatikan sumber belajar sejarah, memilih pendekatan, metode, media dan evaluasi yang memiliki kesesuaian dengan karakteristik pembelajaran sejarah lokal yang akan dipelajari; (2) pendidik harus mampu mengidentifikasi materi sejarah lokal yang memiliki kaitan dengan sejarah nasional.


Sejarah Indonesia
Pengembangan materi sejarah lokal dalam mata pelajaran sejarah wajib SMA/MA memiliki peluang yang sangat besar pada kelas X, XI, dan XII. Berikut ini Kompetensi Dasar yang berpeluang untuk pengembangan materi sejarah lokal.
A.      Kelas X
Mata pelajaran Sejarah Wajib SMA/MA kelas X terdiri dari 8 Kompetensi Dasar, sedangkan yang berpeluang untuk pengembangan materi sejarah lokal terdapat pada 3 Kompetensi Dasar. Kompetensi Dasar yang berpeluang sebagai pengembangan materi sejarah lokal sebagai berikut:
3.4 Memahami hasil-hasil dan nilai-nilai budaya masyarakat pra-aksara Indonesia dan pengaruhnya dalam kehidupan lingkungan terdekat;
3.6  Menganalisis perkembangan kehidupan masyarakat, pemerintahan, dan budaya pada masa kerajaan-kerajaan Hindhu dan Budha di Indonesia serta menunjukkan contoh bukti-bukti yang masih berlaku pada kehidupan masyarakat Indonesia masa kini;
3.8  Menganalisis perkembangan kehidupan masyarakat, pemerintahan, dan budaya pada masa kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia serta menunjukkan contoh bukti-bukti yang masih berlaku pada kehidupan masyarakat Indonesia masa kini.
B.     Kelas XI
Mata pelajaran Sejarah Wajib SMA/MA kelas XI terdiri dari 10 Kompetensi Dasar, sedangkan yang berpeluang untuk pengembangan materi sejarah lokal terdapat pada 2 Kompetensi Dasar. Kompetensi Dasar yang berpeluang sebagai pengembangan materi sejarah lokal sebagai berikut:
3.3   Menganalisis dampak politik,, budaya, sosial, ekonomi, dan pendidikan pada masa penjajahan bangsa Eropa (Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris) dalam kehidupan bangsa Indonesia masa kini;
3.8  Menganalisis peristiwa pembentukan pemerintahan pertama Republik Indonesia pada awal kemerdekaan dan maknanya bagi kehidupan kebangsaan Indonesia masa kini.
C.     Kelas XII
Mata pelajaran Sejarah Wajib SMA/MA kelas XII terdiri dari 9 Kompetensi Dasar, sedangkan yang berpeluang untuk pengembangan materi sejarah lokal terdapat pada 2 Kompetensi Dasar. Kompetensi Dasar yang berpeluang sebagai pengembangan materi sejarah lokal sebagai berikut:
3.1 Menganalisis upaya bangsa Indonesia dalam menghadapi ancaman disintegrasi bangsa antara lain PKI Madiun 1948, DI/TII, APRA, Andi Aziz, RMS, PRRI, Permesta, G-30-S/PKI;
3.2 Mengevaluasi peran dan nilai-nilai perjuangan tokoh nasional dan daerah dalam mempertahankan keutuhan negara dan bangsa Indonesia pada masa 1945-1965.

Sejarah Peminatan
Pengembangan materi sejarah lokal dalam mata pelajaran sejarah peminatan SMA/MA memiliki peluang yang sangat besar dari kelas X dan XI, namun pada kelas XII tidak terdapat kompetensi dasar yang berpeluang sebagai pengembangan materi sejarah lokal. Berikut ini Kompetensi Dasar yang berpeluang untuk pengembangan materi sejarah lokal.
A.      Kelas X
Mata pelajaran Sejarah Peminatan SMA/MA kelas X terdiri dari 11 Kompetensi Dasar, sedangkan yang berpeluang untuk pengembangan materi sejarah lokal terdapat pada 2 Kompetensi Dasar. Kompetensi Dasar yang berpeluang sebagai pengembangan materi sejarah lokal sebagai berikut:
3.3   Menganalisis keterkaitan peristiwa sejarah tentang manusia di masa lalu untuk kehidupan masa kini;
3.10 Menganalisis kehidupan awal manusia Indonesia dalam aspek kepercayaan, sosial, budaya, ekonomi, dan teknologi serta pengaruhnya dalam kehidupan masa kini.
B.     Kelas XI
Mata pelajaran Sejarah Peminatan SMA/MA kelas XI terdiri dari 12    Kompetensi Dasar, sedangkan yang berpeluang untuk pengembangan materi sejarah lokal terdapat pada 2 Kompetensi Dasar. Kompetensi Dasar yang berpeluang sebagai pengembangan materi sejarah lokal sebagai berikut:
3.1    Menganalisis kerajaan-kerajaan maritim Indonesia pada masa Hindhu-Budha dalam sistem pemerintahan, sosial, ekonomi, dan kebudayaan serta pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat Indonesia pada masa kini;
3.2   Menganalisis kerajaan-kerajaan maritim Indonesia pada masa Islam dalam sistem pemerintahan, sosial, ekonomi, dan kebudayaan serta pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat Indonesia pada masa kini.
C.     Kelas XII
Mata pelajaran Sejarah Peminatan SMA/MA kelas XII terdiri dari 6 Kompetensi Dasar, namun tidak terdapat Kompetensi Dasar yang berpeluang untuk pengembangan materi sejarah lokal dikarenakan pada kelas XII ini Kompetensi Dasar lebih mengarah pada sejarah dunia atau hubungan internasional dan organisasi-organisasi dunia.

Penutup
Kurikulum 2013 adalah kurikulum paling ideal bagi pendidikan sejarah. Dasar filosofis pengembangan kurikulum 2013 sangat sesuai dengan tujuan mata pelajaran sejarah. Di samping itu rasional pemberlakuan kurikulum 2013 juga senada dengan kegelisahan para pelaku dan pemerhati sejarah, yang merasakan semakin menipisnya nilai-nilai karakter, berkurangnya nasionalisme dan patriotisme warga bangsa Indonesia.Kebijakan umum pendidikan dan kebudayaan tahun 2013 juga menempatkan revolusi karakter bangsa sebagai salah satu nawacita yang tertuang dalam RPJMN 2015-2019. Mata pelajaran sejarah mendapatkan porsi jam yang sangat ideal. Secara langsung maupun tidak langsung, dengan dicanangkannya pendidikan karakter berbasis kelas, menjadi daya dukung guna pencapaian salah satu tujuan pendidikan sejarah.  Kurikulum telah diberlakukan dalam kurun 5 tahun. Revisi berkali-kali guna memperbaiki, melengkapi kekurangan dan menyempurnakan implementasi, telah dilakukan. Pertanyaannya, sudahkah pendidik sejarah memanfaatkan peluang tersebut dengan baik? Mari kita melakukan self assessment, apakah kita sebagai pendidik sejarah sudah melakukan upaya maksimal untuk mencapai tujuan sejarah?. Perjuangan belum selesai, masih banyak hal yang bisa kita lakukan guna mencapai cita-cita besar para pahlawan pendahulu kita. Semoga Allah SWT. senantiasa melindungi para pendidik sejarah dan bangsa Indonesia. Aamiin…

Posting Komentar

0 Komentar